Surabaya – Moch. Mubarok Muharam, pakar politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), mengkritik Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang tidak mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.70/PUU-XXI/2024.
Menurut Mubarok, keputusan MK bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh legislatif. Namun, dalam rapat Panja (Panitia Kerja) Baleg DPR RI, beberapa putusan MK tidak diakomodasi, termasuk aturan terkait batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. Hal ini memicu kekhawatiran tentang penguatan politik dinasti dan dugaan upaya menjegal partai-partai tertentu dalam Pemilihan Gubernur.”DPR tidak boleh menolak keputusan MK, kalau membuat aturan sendiri ini kan seolah olah melawan hasil konstitusi, kalau MK menentukan A ya harus dipatuhi secara hukum,” ujar Mubarok, Kamis (22/8/2024).
Mubarok menekankan bahwa kondisi ini menciptakan kekecewaan di kalangan masyarakat dan memperkuat isu bahwa hukum digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Ia menyerukan agar masyarakat tidak tinggal diam dan aktif menyuarakan penolakan terhadap revisi undang-undang Pilkada hasil rapat Baleg yang dinilai merusak demokrasi dan memperkuat politik dinasti.
“Akhirnya parpol yang berhak mencalonkan di Pilgub yang mencapai 20 persen itu, membuat parpol tertentu tidak bisa mencalonkan di DKI Jakarta atau bahkan di Jatim,”
Mubarok melanjutkan. “Iya itu kan, berarti keputusan Baleg memperkuat tumbuhnya politik dinasti yang melibatkan elite penting di negeri ini,” ungkapnya.
+ There are no comments
Add yours