Surabaya – Seribu lebih mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menjalani prosesi
wisuda pada Kamis (26/9) siang, di Dyandra Convention Hall, Surabaya. Dari jumlah 1.084 wisudawan
tersebut mahasiswa penerima Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) mendominasi predikat
cumlaude. Mereka tersebar di lima fakultas, dengan nilai rata-rata indeks prestasi kumulatif (IKP) di atas
3,95.
Selain mendominasi prestasi cumlaude, sebanyak 50% dari peserta KIPK tersebut dinyatakan
juga sebagai lulusan terbaik dan menerima penghargaan dari Rektor serta sejuimlah uang dari mitra
Unusa. Prestasi lulusan terbaik disandangkan bagi wisudawan yang tidak hanya memiliki nilai akademik
baik, tapi juga aktif mengikuti berbagai kegiatan di kampus dan luar kampus.
Dalam sambutannya, Rektor Unusa, Prof Dr Ir Achmad Jazdie., M.Eng mengatakan, apa yang
telah diraih oleh sebagian besar penerima program KIPK dengan predikat cumlaude membuktikan
bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah halangan untuk seseorang meraih prestasi akademik tertinggi.
Kesungguhanlah yang bisa mengubah jalan dan nasib seseorang. “Ini dibuktikan dari apa yang telah
diraih dari para penerima beasiswa KIPK. Mereka kuliah karena keterbatasan ekonomi tetapi memiliki
prestasi yang gemilang. Anda patut bersyukur kepada Pemerintah yang telah menggagas program KIPK,
yang sebelumnya dikenal dengan nama Bidik Misi,” katanya.
Rektor perlu menegaskan program KIPK ini, karena mantan Dirjen Pendidikan Menengah tahun
2012-2013 ini adalah salah satu perancang program Bidik Misi di masa pemerintahan Presiden SBY.
Dery Riwayanto, penerima KIPK dengan IPK 3,99 dari Prodi Kesehatan Masyarakat
mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi keluarga menjadi pendorong baginya untuk terus maju. Ia
merasa memiliki tanggung jawab besar untuk memanfaatkan beasiswa sebaik mungkin dan
menunjukkan kepada dunia bahwa mimpi-mimpi besar dapat diwujudkan dengan kerja keras dan
dedikasi. “Setiap kali saya merasa lelah atau ingin menyerah, saya selalu mengingat perjuangan keluarga
saya untuk memberikan yang terbaik bagi saya. Itu yang membuat saya selalu bersemangat untuk
memberikan yang terbaik,” kata pria kelahiran, Lamongan, 24 September 2001 ini.
Selama menempuh pendidikan, tantangan terbesar yang dihadapi Dery adalah masalah
ekonomi. Sejak awal, ia memutuskan untuk hidup mandiri dan tidak membebani keluarga. Selain
mengandalkan dana beasiswa, Dery berusaha mencari sumber pendapatan tambahan dengan mengikuti
berbagai program seperti magang, penelitian dosen, dan bekerja sebagai freelancer.
“Saya belajar untuk tidak bergantung pada orang lain. Prinsip saya adalah sebisa mungkin hidup
mandiri. Saya mencari cara untuk bisa menutupi kebutuhan sehari-hari tanpa harus meminta bantuan
dari keluarga,” ungkapnya. Kesulitan ini, alih-alih menjadi hambatan, justru memacu Dery untuk lebih
kreatif dan mencari solusi-solusi yang bisa membantu meringankan beban ekonomi tanpa
mengorbankan prestasi akademiknya.
Selain berprestasi di bidang akademik, Dery juga aktif dalam berbagai organisasi, baik di dalam
maupun luar kampus. Di kampus, ia terlibat dalam Himpunan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dan
memegang peran penting di Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) sebagai
Wakil Koordinator Daerah Jawa Timur.
“Organisasi memberikan banyak pelajaran berharga, tidak hanya tentang kepemimpinan, tetapi
juga bagaimana berinteraksi dengan berbagai macam orang dan memahami kebutuhan masyarakat.
Saya belajar banyak tentang bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan bertanggung jawab,” kata
Dery.
Meski Dery selalu menekankan pentingnya motivasi dari diri sendiri, ia juga tidak memungkiri
bahwa dukungan dari keluarga, terutama ibunya, memiliki peran sangat besar dalam pencapaiannya.
Ibunya, Rumiati, seorang petani, selalu memberikan dukungan penuh pada setiap langkah yang diambil
Dery. Sedangkan ayahnya, Musangka, telah meninggal dunia.
“Ibu saya adalah sosok yang sangat kuat. Meskipun beliau seorang petani, tetapi beliau selalu
memberikan dukungan yang luar biasa kepada saya. Beliau selalu mengingatkan saya untuk terus
berdoa dan bekerja keras. Setiap kali saya merasa ragu, beliau selalu memberikan kata-kata yang
menenangkan,” cerita Dery dengan mata yang berkaca-kaca.
Dery merasa bahwa dukungan emosional dan spiritual dari ibunya sangat berarti dalam
perjalanan studinya. “Saya ingin membalas semua jerih payah ibu saya dengan memberikan yang
terbaik. Saya ingin beliau bangga dengan apa yang telah saya capai,” tambahnya.
Sementara Anisah, yang juga penerima KIPK dengan IPK hampir sempurna, 3,99 dari Prodi PGSD
mengungkapkan, motivasi utama dirinya dalam menyelesaikan studi dan meraih prestasi terbaik adalah
keinginannya untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui dunia pendidikan. Ia
percaya, pendidikan adalah kunci utama untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.
Sejak kecil, Anisah telah menunjukkan ketertarikannya pada dunia pendidikan. Cita-citanya
untuk menjadi seorang guru bukan hanya impian semata, tetapi sebuah tujuan hidup yang ingin ia capai
dengan sepenuh hati. “Sejak kecil saya sudah ingin menjadi guru. Bagi saya, guru adalah profesi yang
sangat mulia karena berperan penting dalam membentuk masa depan generasi penerus bangsa,” ujar
Anisah, Gadis kelahiran, Surabaya, 27 Desember 2001 ini.
Dikatakannya, ia ingin menjadi guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan
menginspirasi anak-anak. “Saya ingin memberikan yang terbaik bagi mereka, karena mereka adalah
masa depan bangsa ini,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Semangat Anisah dalam pendidikan tidak hanya sebatas kata-kata. Selama menempuh studi, ia
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang mendukung visinya tersebut. Ia mengikuti program Kampus
Mengajar, di mana ia terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk membantu proses pembelajaran.
“Melalui program ini saya bisa merasakan langsung bagaimana menjadi seorang guru. Ini adalah
pengalaman yang sangat berharga dan semakin menguatkan keinginan saya untuk menjadi pendidik,”
katanya.(ss)
+ There are no comments
Add yours