Konten Digital Diawasi Penuh KPI, Imbas Revisi UU penyiaran

Jakarta – Revisi Undang-Undang Penyiaran dianggap akan memperluas wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) hingga mencakup larangan berlebihan terhadap konten digital. Yovantra Arief, Direktur Eksekutif Remotivi pada Rabu (24/4) menyoroti beberapa aspek kunci dari revisi tersebut, terutama terkait cakupan KPI. Dalam penjelasannya, Yovantra membedakan antara lembaga penyiaran tradisional dan platform penyiaran digital, dengan KPI ingin mengatur juga di ranah digital.

Dalam revisi UU Penyiaran, terdapat definisi baru untuk platform penyiaran digital, yang mencakup berbagai layanan seperti Netflix dan VIU. Namun, Yovantra menemukan kebingungan terkait ruang lingkup platform digital penyiaran, terutama sejauh mana mencakup konten-konten seperti Youtube dan TikTok. Pasal-pasal dalam draf revisi ini memberi definisi yang luas, mencakup layanan siaran suara dan suara-gambar, sehingga memunculkan kebingungan tentang apakah konten OTT atau konten yang dihasilkan pengguna juga termasuk di dalamnya.

“Jadi aturan penyiaran digital dan konvensional sebenarnya sama, padahal secara teknologi beda.” Ujarnya. Pasal 59 ayat 2 mengatur bahwa KPI mengawasi standart isi siaran (SIS) dilembaga penyiaran atau penyelenggara platform digital. Adapun pasal 60 tercantum pada deretan sanksi administratif oleh KPI jika ada pelanggaran. “Misalnya di pasal 60, mekanisme sanksi dari KPI untuk digital dan konvensional itu sama. Pasal 116 juga seperti itu.” Pungkasnya

Bagikan:

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours