Jakarta – Tragedi ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, pada Senin (29/9) terungkap melibatkan santri dalam proses pembangunan, termasuk pengecoran atap yang sedang berlangsung. Muhammad Rijalul Qoib, salah satu santri yang selamat, menjelaskan, “Awalnya ada yang krek bocor mau ngecor paling atas, nah terus itu langsung full tidak diisi setengah jadi bahan-bahan di bawahnya tidak kuat.” Proses pembangunan yang belum selesai ini rupanya memicu runtuhnya struktur karena penopang cor tidak kuat menahan material.
Selain itu, cerita dari santri bernama Sulaiman mengungkap bahwa keterlibatan santri dalam pembangunan kerap diberlakukan sebagai hukuman. Ia bilang, “Cuma apa kayak hukuman, misal hukuman lah. Kayak enggak ikut kegiatan itu nanti disuruh bantuin ngecor gitu.” Bahkan ada santri yang terluka akibat kejadian ini, seperti Saugik yang mengalami retak tangan saat ikut pengecoran atap.
Pengasuh pondok, KH Abdus Salam Mujib, menegaskan bahwa pembangunan sudah berjalan sekitar 10 bulan dan penyebab runtuhnya musala diduga karena penopang cor yang tidak kuat. Menteri Agama Nasaruddin Umar menambahkan bahwa tradisi melibatkan santri dalam pembangunan memang sering terjadi, namun ke depan, “pembangunan pondok pesantren itu adalah sesuai dengan standar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” demi menghindari tragedi serupa.