Surabaya – Seorang warga negara asing (WNA) asal Belanda, Antonius Gerardus Jacobs, melaporkan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dana investasi senilai Rp2,75 miliar ke Polres Nganjuk, Polda Jawa Timur. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/49/VII/2025/SPKT/POLRES NGANJUK/POLDA JATIM, tertanggal 2 Juli 2025.
Korban melalui kuasa hukumnya, Dr. Ir. Eduard Rudy, S.H., M.H. menjelaskan bahwa terlapor dalam kasus ini adalah TJ alias J, KW, dan SW alias YN. Ketiganya diduga terkait dengan operasional CV Putra Panjulu, sebuah perusahaan yang diklaim bergerak di bidang perkebunan dan reboisasi sejak tahun 2017.
Eduard menjelaskan, kliennya dijanjikan keuntungan sebesar 4 persen per bulan dari investasi yang disebut-sebut terkait proyek rehabilitasi lahan milik PT Maruwai Coal, yang merupakan anak perusahaan Adaro Group. Korban tertarik dengan tawaran tersebut setelah menerima salinan surat minat kerja sama dari PT Maruwai Coal kepada CV Putra Panjulu.
Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, surat tersebut ternyata hanya berupa surat minat, bukan kontrak kerja sama yang sah.
“Klien kami telah menyerahkan dana secara bertahap kepada TJ dan SW sejak Januari 2018 hingga awal 2020, dengan total mencapai Rp5,456 miliar. Namun, sebagian dana tersebut sempat dikembalikan, sehingga selisih kerugian yang dialami korban mencapai Rp2,75 miliar,” ujar Eduard kepada wartawan di Surabaya, Jumat (26/9/2025).
Eduard menambahkan, korban tidak pernah bertemu langsung dengan pihak PT Maruwai Coal, termasuk dengan Direktur Erwin Sundoro yang namanya tercantum dalam surat minat kerja sama. Korban sempat menerima pengembalian modal dan keuntungan sebesar Rp1,826 miliar pada Februari 2018, yang membuatnya semakin percaya dan kembali menyalurkan dana tambahan.
Namun, sejak April 2020, pembayaran keuntungan maupun pengembalian modal berhenti total. Korban telah melayangkan tiga kali somasi pada Juli, Agustus, dan September 2022, namun tidak pernah mendapatkan respons dari pihak terlapor.
“Modusnya adalah, investasi pertama dibayar penuh pokok dan bunganya. Investasi kedua hanya dibayar pokoknya saja, tanpa bunga. Namun, setelah investor menanamkan uang untuk ketiga kalinya, sama sekali tidak ada pembayaran, baik pokok maupun bunganya,” jelas Eduard.
Kuasa hukum korban juga menyoroti beberapa hal yang semakin menguatkan dugaan adanya unsur penipuan dalam kasus ini. Pertama, tidak jelasnya struktur organisasi dan legalitas operasional CV Putra Panjulu. Kedua, tidak adanya pengikatan hukum yang sah atas jaminan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diserahkan oleh SW secara bawah tangan. Ketiga, janji pengembalian modal dan keuntungan yang berulang kali tidak terealisasi.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi atau klarifikasi dari pihak PT Maruwai Coal terkait dugaan pencatutan nama perusahaan mereka dalam proyek yang diklaim oleh TJ. Eduard berharap pihak kepolisian dapat bertindak tegas terhadap pelaku penipuan bermodus investasi bodong ini, mengingat korban adalah seorang warga negara asing.
“Kasus ini bukan hanya tentang kerugian finansial, tetapi juga tentang kepercayaan terhadap iklim investasi di Indonesia. Jangan sampai kasus seperti ini membuat investor asing menjadi takut untuk berinvestasi di Indonesia,” tegas Eduard.