Surabaya – Peneliti Sekolah Pascasarjana & Center for Dynamic Capability (CDC) Universitas Airlangga, Ian Firstian Aldyi menciptakan gagasan konsep smart city atau kota pintar sehingga seluruh perkampungan terkoneksi digitalisaai dan warganya melek teknologi semua. Gagasan konsep smart city di Surabaya ini merupakan evaluasi dari konsep smart city yang telah di wujudkan Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya selama ini. Meski smart city yang di terapkan di Surabaya saat ini sudah meraih apresiasi yang sangat baik secara nasional. Namun menurut Ian Firstian Aldyi belum terintegrasi atau belum terdefinisikan dengan jelas bagaimana smart city itu diwujudkan.

“Hari ini itu sidang terbuka desertasi saya yang terkait mewujudkan smart city, bagaimana Pemerintah kota Surabaya itu berusaha dalam mewujudkan kota cerdasnya yang saat ini memang sudah meraih apresiasi yang sangat baik secara nasional. Namun belum terintegrasi atau belum terdefinisikan dengan jelas bagaimana smart city itu diwujudkan. Smart city ini kan mungkin sudah bukan asing lagi di kota Surabaya,” ungkap Ian Firstian Aldyi saat ditemui usai menjalani ujian doktor terbukanya pada Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Senin (25/8/2025).

Lebih lanjut peneliti muda ini menambahkan, ia melihat masih adanya kekurangan dari konsep smart city selama 3 tahun belakangan ini yang sudah diterapkan di kota Surabaya. Karena itu dirinya berupaya melakukan penelitian dari segi pemerintahan hingga masyarakatnya, sehingga Surabaya dapat mewujudkan kota pintar.

“Smart city yang definisi asli dari smart city yaitu semuanya layanan sudah terintegrasi pada masyarakat rentan, masyarakat disabilitas dan masyarakat yang kurang melek digital itu dapat terakomodasi dengan banyak. Dan untuk kondisi saat ini, 3 tahun belakangan itu masih adanya kekurangan di hal tersebut, makanya kami melakukan penelitian ini dari sisi pemerintahnya hingga masyarakatnya, bagaimana penelitian ini dapat melakukan perbaikan sehingga kota Surabaya itu dapat mewujudkan kota cerdas,” imbuh peneliti muda ini.

Ian Firstian melihat selama ini tidak semua perkampungan di Surabaya yang semuanya terkoneksi dengan digitalisasi dan ada juga warganya yang belum melek digitalisasi, khususnya kalangan orang tua. Menurutnya di kota Surabaya memang masih ada titik-titik wilayah tertentu yang belum tercover digitalisasi. Untuk melakukan melek digital bagi masyarakat luas, menurutnya banyak cara, pertama, menginvestasikan pengeluaran biaya bagaimana internet itu dapat diakses semuanya. Lalu PR yang kedua yaitu melakukan literasi digital, bagaimana akses internet ini tidak disalahgunakan oleh masyarakat, selain itu masyarakat juga masih rentan bagaimana cara menghadapi disrupsi teknologi yang terjadi saat ini. Dengan adanya digital literasi dan infrastruktur yang memadai, maka dapat terwujudnya smart city.

“Nah ini kan masih di kota Surabaya sendiri masih ada yang daerah-daerah yang juga belum melek digitalisasi. Artinya ada kampung-kampung yang tidak semuanya terkoneksi dengan digitalisasi. Mungkin apa yang menjadi solusi dari saya mensepakati arti tersebut bahwa dari infrastruktur sendiri. kota Surabaya memang masih ada dari titik-titik tertentu yang belum tercover. Untuk melakukan melet digitalnya tadi, pertama memang kita harus menginvestasikan mengeluarkan biaya bagaimana internet itu dapat diakses semuanya, lalu PR kita yang kedua yaitu melakukan literasi digital bagaimana akses internet ini tidak disalahgunakan oleh para masyarakatnya, dan masyarakatnya juga masih rentan bagaimana cara menghadapi disrupsi teknologi yang terjadi, sehingga nanti ketika masyarakat itu sudah tercukupi dengan adanya digital literasi dan infrastruktur yang memadai, maka dapat terwujudnya smart city,” tuturnya.

Selain itu di butuhkannya peran serta masyarakat luas untuk mengawasi anak-anak ketika mengakses informasi digital, sehingga konten-konten negatif tidak terpapar kepada anak-anak, sehingga smart city yang sehat dapat di wujudkan.

“Pembatasan-pembatasan mungkin kan ada juga. Digitalisasi ini kan berkaitan dengan juga mungkin era globalisasi yang terbuka yang mungkin juga anak kecil bisa mengakses semua konten-konten yang ada disitu. Pembatasannya seperti apa pembatasannya tentunya kita membutuhkan partisipasi dari semua pihak ya, tidak hanya dari pemerintah saja, yang paling penting itu dari orang dewasa terdekatnya. Jadi misalkan dari kasus yang disebutkan tadi, jika anak kecil itu bisa mengakses internet, itu dapat diawasi. Peran-peran orang tua disini sangat signifikan,” tutupnya.(ss)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *