JAKARTA-Ahmad Sahroni Wakil Ketua Komisi III DPR RI menilai wacana Wahana Musik Indonesia (WAMI) untuk menagih royalti jika memutar atau menyanyikan lagu komersil pada pesta pernikahan, akan rawan premanisme dalam praktik penagihannya. Ia juga menilai wacana tersebut sudah tidak sesuai dengan semangat perlindungan hukum yang adil bagi masyarakat. Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menilai wacana penarikan royalti musik semakin tidak masuk akal karena menyasar berbagai sektor, termasuk pesta pernikahan yang bersifat non-komersial.

Menurutnya, kebijakan tersebut hanya akan membebani masyarakat dan menuai penolakan, bahkan dari sejumlah musisi sendiri. Ia juga mengingatkan bahwa penagihan royalti rawan dimanfaatkan untuk praktik premanisme, terlebih jika dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dikaitkan dengan individu berlatar belakang negatif. Sahroni menambahkan, pemerintah maupun LMK kurang melakukan sosialisasi sebelum mewacanakan aturan baru ini. Masyarakat merasa kaget karena tiba-tiba dibebani kewajiban tanpa adanya masa transisi. Ia menilai kebijakan yang terlihat hanya.

berpihak pada kepentingan industri akan menimbulkan kegaduhan, sementara rakyat kecil, UMKM, hingga keluarga yang sedang melangsungkan pernikahan justru terbebani. Lebih lanjut, Sahroni menegaskan perlunya keseimbangan perlindungan hukum agar hak musisi tetap dihargai, namun masyarakat tidak dirugikan. Sementara itu, pihak Wahana Musik Indonesia (WAMI) menyebut royalti berlaku termasuk untuk acara pernikahan, dengan besaran dua persen dari biaya produksi, seperti sewa sound system, backline, hingga bayaran penyanyi atau penampil yang menggunakan musik dalam acara tersebut.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *