Guru Besar dan Sivitas Akademika Bergerak, Pakar Hukum Tata Negara: Mereka Perjuangkan Pendapat Akademik yang Independen

Jakarta – Ketua Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro dan Rektor Universitas Islam Indonesia atau UII Fathul Wahid kompak menepis tudingan adanya politisasi di balik gerakan sivitas akademika yang mengkritik Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sejak pekan lalu, sejumlah kampus dari berbagai daerah menyatakan keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024.

Rektor UII Fathul Wahid menepis tudingan adanya politisasi di balik gerakan sivitas akademika kampus di Indonesia. Fathul mengatakan gelombang kritik yang muncul terhadap Presiden Jokowi tergerak oleh kesadaran kolektif sebab ada masalah dalam praktik bernegara.

Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof Koentjoro menegaskan bahwa pernyataan tentang petisi Bulaksumur merupakan bayaran atau kepentingan elektoral sama sekali tidak benar. Sebab katanya, dalam Pilpres 2024 ada alumnus UGM yang lain, seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. 

Prof Koentjoro juga marah ketika ada yang menyudutkan guru besar dengan pernyataan petisi ini merupakan partisan. Pernyataan tersebut justru menghina guru besar. Menurutnya, guru besar adalah pemikir bangsa yang bertugas menjaga marwah moralitas. Ironisnya, guru besar dituduh partisan.

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyatakan kritik terhadap Jokowi adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita.

Sementara Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengklaim menghargai pandangan-pandangan sivitas akademika terhadap kepemimpinan Jokowi sebagai bentuk kebebasan berpendapat. Namun, politikus Partai Golkar itu mencurigai gelombang kritik yang muncul tersebut.

Bagikan:

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours