TUPON (68) yang kerap di sapa Mbah Tupon duduk di kursi teras rumahnya sehabis mencari rumput untuk pakan ternaknya. Pandangannya sesekali tertuju pada pekarangan depan rumah yang dipasangi papan kayu dan kain spanduk yang bertuliskan ‘Tanah dan Bangunan ini Dalam Sengketa’. Kegetiran dalam raut wajah Mbah Tupon seakan melukiskan rasa sesal dirinya buta huruf, sehingga ia mudah diperdaya. Sertifikat tanah seluas 1655 meter persegi warisan orang tua yang telah dijaga puluhan tahun, kini berbalik nama tanpa sepengetahuan Mbah Tupon. Heri (anak korban) mengatakan, semula, tanah milik ayahnya berjumlah 2100 meter persegi. Kemudian, ia menghibahkan sebagian warisannya itu sekitar 90 meter untuk akses jalan, serta mewakafkan 53 meter persegi untuk gudang RT. Total tanah tersisa tinggal 1635 meter, setelah sekitar 298 meter persegi dijual kepada kepada mantan anggota dewan di Bantul berinisial BR. Saat itu, pembayaran dilakukan dengan skema angsuran sampai kekurangan hingga Rp35 juta.
Beberapa bulan kemudian, Heri berkata bahwa BR menawarkan untuk memecah tanah sisa milik Mbah Tupon menjadi empat sertifikat. Lalu, Mbah Tupon mengiyakan tawaran tersebut tanpa rasa curiga. Ia lalu diajak oleh T, perantara BR untuk menandatangani sebuah dokumen yang dia tidak tahu apa isinya, dan dibawa ke Jalan Jati, Depok, Sleman dan Krapyak, Sewon, Bantul, tapi tak satupun dia ingat tempat apa itu. T sekali lagi meminta Mbah Tupon untuk menandatangani sebuah berkas di rumahnya. Beberapa hari kemudian, perantara BR tersebut juga meminta uang 5 JT untuk proses pecah sertifikat.
Minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Namun, sertifikat yang sudah dijanjikan belum ada wujudnya. Mbah Tupon hanya diminta bersabar setiap kali menanyakan prosesnya. Pada Maret 2024, sekeluarga kaget bukan kepalang saat petugas PT Permodalan Nasional Madani (PNM) datang ke rumah dan menginformasikan tanah 1655 meter persegi milik Mbah tupon beserta dua bangunan rumah di atasnya sudah masuk lelang tahap pertama. Alasannya, sertifikat tanah tersebut telah dijaminkan ke PNM sebesar Rp1,5 Miliar dan peminjam sama sekali tidak melakukan pembayaran. Mereka pada hari itu pun baru mengetahui dari PNM bahwa salinan sertifikat tanah pun sudah berganti nama menjadi milik seseorang warga Kota gede, kota Jogjakarta berinisial IF. Atas saran penyidik, selain Heri, TR, dan IF turut mempolisikan BR, T dan AR selaku notaris lain pada 14 April 2025.