JAKARTA – Kasus gratifikasi yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam vonis bebas kasus pembunuhan Ronald Tannur menguak dugaan korupsi di lembaga peradilan Indonesia. Ketiga hakim, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, diduga menerima suap dari pengacara Tannur, Lisa Rahmat. Pihak penyidik menemukan bukti uang miliaran rupiah dan berbagai mata uang asing, dan akhirnya, ketiga hakim tersebut ditetapkan sebagai tersangka dan diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung (MA), meskipun belum ada usulan pemecatan permanen.

Sejumlah pakar hukum menilai aksi korupsi di kalangan hakim bukan hal baru dan menunjukkan adanya masalah sistemik yang berakar dalam, termasuk karena penegakan hukum yang lamban dan minimnya hukuman berat bagi pelanggar. Pakar dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai kesejahteraan hakim perlu ditingkatkan untuk mengurangi godaan korupsi, sementara Aan Eko Widiarto dari Universitas Brawijaya menekankan pentingnya integritas individu dalam mencegah tindakan korupsi, terlepas dari besar kecilnya gaji.

Selain itu, Aan menyoroti peran lembaga pengawas MA dan penegak hukum dalam memperkuat pencegahan korupsi. Ia mengkritik MA yang lamban merespons rekomendasi pemecatan dari Komisi Yudisial dan menyarankan agar KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian berkolaborasi untuk mengusut tuntas kasus korupsi di kalangan pengadilan.

Bagikan:

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours