Surabaya – KPK merespons kemungkinan panggil eks Menteri Ketenagakerjaan setelah tetapkan Hery Sudarmanto (HS), eks Sekjen Kemenaker era Hanif Dhakiri, sebagai tersangka pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Penetapan ini berdasarkan bukti kuat, dan KPK janji telusuri peran semua pihak terkait. “Jadi, dari bukti-bukti, fakta-fakta, dan petunjuk yang ditemukan oleh penyidik, nanti kami akan terus telusuri kepada pihak-pihak siapa saja yang memang punya peran ataupun mendapatkan aliran dari dugaan tindak pidana korupsi ini,” ujar Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, pada 30 Oktober 2025. Kasus ini soroti dugaan korupsi sejak era Cak Imin (2009-2014), Hanif Dhakiri (2014-2019), hingga Ida Fauziyah (2019-2024).
Sebelumnya, KPK ungkap delapan ASN Kemenaker sebagai tersangka pemerasan RPTKA pada Juni 2025, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad, yang kumpulkan Rp53,7 miliar dari 2019-2024. RPTKA wajib untuk tenaga kerja asing agar dapat kerja di Indonesia; tanpa itu, izin kerja dan tinggal terhambat, plus denda Rp1 juta per hari, sehingga pemohon terpaksa bayar suap. KPK tahan mereka dalam dua kloter pada Juli 2025, dan Hery Sudarmanto jadi tersangka baru pada 29 Oktober 2025.
KPK tekankan penetapan tersangka seperti Hery berdasarkan kecukupan alat bukti dari penyidik, dengan fokus ungkap perbuatan melawan hukum secara jelas. Kasus ini lanjutkan penindakan korupsi di institusi pemerintahan, termasuk potensi panggil eks menteri untuk periksa aliran dana. Investigasi ini harap beri efek jera dan pulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan tenaga kerja asing.
