JAKARTA-Profesi Juru Bahasa Isyarat Indonesia (JBI) di Indonesia hingga kini masih sangat terbatas jumlahnya. Padahal, kebutuhan untuk mendukung aksesibilitas komunikasi teman-teman tuli terus meningkat di berbagai sektor, baik pemerintah maupun swasta. Yanda Maria Elsera Sinaga, Juru Bahasa Isyarat Bisindo Surabaya, menyatakan bahwa jumlah JBI di Indonesia sangat terbatas dibanding kebutuhan penyandang tuli. Idealnya, satu JBI mendampingi satu teman tuli, tetapi realitasnya hanya sekitar dua persen.

Hal ini menandakan akses komunikasi yang masih sangat minim dan menuntut perhatian lebih serius dalam memenuhi kebutuhan ini. Meski beberapa instansi sudah mulai inklusif dengan menyediakan JBI, akses terhadap dunia kerja bagi penyandang tuli tetap terbatas. Kebijakan kuota dari pemerintah memang ada, namun tidak ada sanksi bagi perusahaan yang abai. Yanda memulai kariernya sebagai relawan bahasa isyarat di Universitas Brawijaya Malang, dan meski merasa belum sepenuhnya mampu.

Ia terus belajar selama delapan tahun menjadi JBI profesional. Yanda mengungkap bahwa akses bahasa isyarat lebih banyak tersedia di media atau layanan publik, sedangkan pendidikan formal masih tertinggal. Kurikulum bahasa isyarat belum dimasukkan ke sekolah, bahkan sekolah luar biasa. Ia berharap ke depan komunikasi langsung dengan teman tuli bisa lebih mudah agar mereka tidak merasa tertinggal maupun termarginalkan, sehingga inklusi nyata benar-benar terwujud.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *