Ketua Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani sebut kepemimpinan Presiden ketujuh Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi menjadi era yang paling banyak melakukan politisasi hukum. Hal tersebut disampaikan Julius saat diminta menanggapi soal Silfester Matutina yang divonis bersalah karena melakukan pencemaran nama baik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla tetapi belum juga ditahan setelah 6 tahun. Julius menilai bahwa praktik politisasi hukum yang terjadi sejak era Presiden Jokowi.
Masih terus berlangsung bahkan setelah pemerintahan berganti ke Presiden Prabowo Subianto. Ia mencontohkan penanganan kasus seperti Tom Lembong yang dinilainya memperkuat opini publik bahwa hukum digunakan sebagai alat politik. Julius juga menyoroti penundaan eksekusi terhadap Silfester Matutina yang dinilai turut memperkuat stigma politisasi hukum karena tidak ada alasan yang jelas untuk menunda proses hukum tersebut.
Oleh karena itu, Julius mendesak Kejaksaan Agung untuk segera mengeksekusi Silfester Matutina. Ia mengutip pernyataan Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna yang menyebut tidak ada hambatan hukum dalam proses eksekusi, dan menurutnya, pernyataan tersebut harus dianggap sebagai instruksi resmi dari pusat. Julius menegaskan bahwa hal ini menunjukkan proses hukum berada di bawah komando Jaksa Agung, sehingga tidak ada alasan untuk menunda penegakan hukum terhadap Silfester.