SURABAYA – Prof Nur Basuki Minarno, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Airlangga, menilai wajar pemanggilan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, oleh KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pokmas. Menurutnya, kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah memang sewajarnya dimintai keterangan, namun tidak serta-merta berarti terlibat dalam tindak pidana. Ia menegaskan bahwa pemeriksaan saksi merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber guna mengungkap fakta hukum.
Kasus yang menjerat 21 tersangka ini terkait dana hibah dari APBD Jatim tahun anggaran 2019–2022, yang digunakan untuk mendukung pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD. Prof Basuki menjelaskan bahwa proses penyaluran hibah ini melibatkan eksekutif dan legislatif, sehingga tidak mengherankan jika gubernur turut diperiksa. Namun, ia mengingatkan pentingnya asas praduga tak bersalah, di mana saksi belum tentu merupakan bagian dari permufakatan jahat.
Dalam prinsip hukum pidana, lanjut Prof Basuki, yang bertanggung jawab adalah pihak yang benar-benar melakukan kesalahan hukum. Maka jika ditemukan penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian daerah, pelaku langsunglah yang harus dimintai pertanggungjawaban. Dari para tersangka yang sudah ditetapkan, tercatat 4 orang penerima dan 17 pemberi suap, dengan keterlibatan pihak swasta dan sejumlah penyelenggara negara.