Surabaya — Suasana ruang Auditorium Kampus C Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya (Unusa) pagi itu berbeda dari biasanya. Mahasiswa Manajemen berkumpul,
bukan untuk ujian atau kuliah biasa, melainkan untuk menyelami dunia algoritma yang
diam-diam mengendalikan keseharian mereka. Buku “Budak Algoritma: Mengapa Kita
Tak Bisa Berhenti Scroll?” karya Mohamad Yusak Anshori menjadi pusat perhatian dalam
acara bedah buku yang dihelat oleh Himpunan Mahasiswa (HIMA) Manajemen Unusa,
Jumat (16/5).
Bedah buku ini menghadirkan langsung sang penulis, Mohamad Yusak Anshori,
yang juga Dosen Manajemen Unusa yang dikenal sebagai pengamat budaya digital. Dalam
pemaparannya, Yusak mengulas secara mendalam bagaimana algoritma bekerja
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku manusia, mulai dari fenomena doom
scrolling, infinite scroll, hingga dopamine loop dan TikTok Brain—semuanya dikemas
dengan bahasa populer yang mudah dipahami.
“Algoritma media sosial dirancang supaya setiap orang terus terpaku pada layar.
Setiap kali seseorang melihat sesuatu yang menarik—seperti video lucu atau notifikasi
baru—otak melepaskan dopamin, yaitu zat yang membuat kita merasa senang,” ujarnya.
Akibatnya, sebut Yusak, individu jadi terus ingin melihat lebih banyak, tanpa sadar
menghabiskan waktu berjam-jam hanya menggeser layar dan menonton konten tanpa henti
tanpa menyadari manfaat yang sesungguhnya.
“Hal tersebut (scrolling berjam-jam) dapat menghambat kemampuan mereka dalam
berpikir logis, mengambil keputusan yang tepat dan menyelesaikan masalah dengan
efektif,” jelas Yusak.
Kita, terutama anak muda, perlu memprioritaskan kebutuhan informasi.
Mengurangi waktu dalam mengakses media sosial dan melakukan aktivitas yang
menyenangkan seperti olahraga atau berkumpul dan berdiskusi dengan orang sekitar bisa
mengalihkan perhatian. “Generasi Z adalah generasi yang lahir bersama gawai di
tangannya. Dari buku ini, berharap bisa menjadi jendela untuk memahami bagaimana
dunia digital memengaruhi kita, dan bagaimana kita bisa lebih bijak menghadapinya,”
imbuh.
Di tengah dominasi media sosial dan teknologi yang kian sulit dihindari, acara ini
hadir bak oase reflektif bagi para generasi Z yang hidup berdampingan dengan algoritma.
“Kami memilih tema ini karena sangat dekat dengan realitas mahasiswa saat ini.
Lewat kegiatan ini, kami ingin mengajak teman-teman lebih sadar dan kritis terhadap
pengaruh teknologi, terutama media sosial,” ujar Ananda Putra Pratama, Ketua HIMA
Manajemen sekaligus penanggung jawab acara.

Lebih dari sekadar membedah isi buku, acara ini juga menjadi ruang refleksi
bersama. Mahasiswa diajak untuk mempertanyakan ulang hubungan mereka dengan
teknologi, serta menumbuhkan kembali budaya membaca, berpikir mendalam, dan kritis
terhadap informasi digital.
Dengan semangat literasi dan kesadaran digital, diharapkan mahasiswa tak hanya menjadi
pengguna pasif teknologi, melainkan mampu menjadi generasi yang cerdas secara
algoritmik—yang tahu kapan harus menggeser layar, dan kapan harus berhenti.(ss)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *