JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu, memberikan peluang kepada setiap partai politik atau gabungan partai untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden tanpa batas minimal perolehan suara. Keputusan ini diambil setelah permohonan dari empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dikabulkan. MK menilai pasal tersebut melanggar hak politik, kedaulatan rakyat, dan moralitas. Meski demikian, dua hakim, Anwar Usman dan Danie Yusmic P. Foekh, menyampaikan dissenting opinion terhadap putusan ini.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemerintah siap membahas revisi UU Pemilu bersama DPR dan melibatkan berbagai pihak, seperti KPU, Bawaslu, akademisi, dan masyarakat. Pembahasan ini dilakukan untuk menyesuaikan norma-norma yang terdampak penghapusan threshold, guna menjaga kelancaran pelaksanaan pemilu. Yusril juga menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat sesuai Pasal 24C UUD 1945.
Keputusan MK ini menandai perubahan sikap lembaga tersebut terhadap Pasal 222 UU Pemilu, yang sebelumnya telah diuji lebih dari 30 kali tanpa hasil serupa. Dalam rangka mengantisipasi potensi membanjirnya pasangan calon presiden, MK merekomendasikan lima poin dalam rekayasa konstitusional (constitutional engineering) yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pemilu mendatang.
+ There are no comments
Add yours