JAKARTA – Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024, bertepatan dengan menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa deflasi ini berbeda dari yang terjadi pada 1999 pasca krisis moneter. Saat itu, depresiasi nilai tukar rupiah menjadi faktor utama, sementara deflasi kali ini lebih banyak dipicu oleh pasokan pangan yang melimpah.
Amalia menekankan bahwa deflasi yang terjadi sekarang tidak serta merta mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat. “Apakah ini indikasi penurunan daya beli masyarakat tentu untuk kita menghubungkan apakah ini ada penurunan daya beli masyarakat kita harus melakukan studi lebih dalam karena angka indeks harga konsumen ini adalah yang kita catat berdasarkan harga yang diterima konsumen,” katanya. Ia menjelaskan bahwa harga-harga turun karena mekanisme pasar, terutama dari sisi penawaran atau supply.
Deflasi tersebut terjadi sejak Mei 2024 dengan penurunan sebesar 0,03% dan terus berlanjut hingga September 2024, mencapai 0,12%. Sejumlah komoditas pangan seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, dan daging ayam ras berkontribusi terhadap penurunan harga.
+ There are no comments
Add yours