JAKARTA – Seorang wanita di Jepang yang menjadi korban sterilisasi paksa menerima kompensasi sebesar 15 juta yen (Rp1,57 miliar) setelah lebih dari enam tahun mengajukan gugatan di pengadilan. Mahkamah Agung Jepang pada 3 Juli memutuskan bahwa korban, yang kini berusia 60-an tahun, berhak menerima kompensasi tersebut bersama penggugat lainnya.

Kebijakan sterilisasi paksa ini berlangsung di bawah UU Perlindungan Eugenika Jepang antara tahun 1948 hingga 1996, yang mengizinkan sterilisasi tanpa izin terhadap orang-orang dengan disabilitas intelektual, penyakit mental, atau kelainan turunan. Undang-undang ini dicabut, namun korban baru mulai mendapatkan kompensasi setelah Parlemen Jepang mengesahkan UU pada 2019 yang menetapkan hak bagi setiap korban untuk menerima dana ganti rugi.

Undang-undang kompensasi yang disahkan pada 2019 menuai kritik karena menetapkan jumlah yang sama bagi semua korban, meskipun praktik tersebut mempengaruhi sekitar 16.500 orang, baik laki-laki maupun perempuan. Sebelum pemberian kompensasi, pemerintah Jepang beberapa kali menolak permintaan ganti rugi dengan alasan praktik tersebut legal pada saat itu.

Bagikan:

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours